Menemukan Kebahagiaan dalam Keunikan Diri: Berhenti Membandingkan diri sendiri

 KOMPARASI YANG TIDAK SEHAT


Sesungguhnya setiap manusia lahir membawa karakteristik masing-masing. Ini menjadi bukti begitu eloknya Tuhan menciptakan makhluk-Nya. Seluas ini bumi, kita tahu bahwa manusia ini beraneka ragam, menyebar dari belahan bumi barat hingga ke timur. Kita mengenal ras, suku, budaya, bahasa, agama, dan ciri khas tersendiri diantara mereka. Inilah yang disebut dengan keberagaman. Dan manusia membawa keberagaman ini dalam diri dan invidu mereka masing-masing.


Ada suatu kata-kata yang mungkin sangat familiar diantara kita, “Jadilah diri sendiri.” mengapa saya membahas kata-kata ini? Karena Ini membawa konsep keberagaman tadi. Manusia dengan segala ciri khasnya tentu punya hal yang unik bahkan dalam diri mereka sendiri. Tak usah jauh-jauh berlogika, buat saja contoh dari fisik, gaya bicara, dan perilaku kita berbeda dari teman sendiri, bahkan anggota keluarga yang terdekat. Saya dengan kamu pun tentu berbeda rupa, beda nama, beda wajah, dan punya cerita yang tidak sama. Dari contoh tadi, kita tahu dan belajar bahwa semua manusia punya ‘spanduk’ mereka masing-masing. 


Lebih dari itu, setiap manusia punya kemampuan yang berbeda satu sama lain. Ada orang yang ahli di satu bidang dan lemah di bidang lainnya. Sebut saja seseorang mungkin bisa bermain sepak bola, tapi mungkin tidak mampu mengatasi masalah atau bug dalam dunia pemrograman. Mengapa? Karena basic atau dasar diantara kedua ‘kutub’ itu tentu berbeda jauh, dan tidak semua manusia bisa dan sesuai pada kedua bidang tersebut. Ada laut, maka disanalah Hiu memegang kuasa.. ada daratan.. jangan sekali-kali kita berharap agar sang hiu mau diadu dengan singa sang raja rimba. Kenapa? Karena ini tidak masuk akal. Kedua dari mereka punya alam dan ranah masing-masing untuk unjuk kekuatan. Dari sini kita paham bahwa semua ada porsinya, termasuk kemampuan setiap manusia.


Maka dari itu.. sudahkah kamu tahu kemampuanmu ada di bidang mana?

Kalau iya, apa yang membuatmu merasa kalau keahlianmu benar-benar pas dan sesuai di bidang tersebut?


Disini saya mengajak kalian membahas suatu hal yang berkaitan tentang karakteristik dan kemampuan manusia, tapi ini sedikit kontradiktif karena agak menafikan, yaitu komparasi yang tidak sehat.


Apa maksudnya?

Ini adalah kondisi dimana kamu terlalu sibuk bahkan ‘buta’ dalam membandingkan dirimu dengan orang lain, bisa mungkin pada seseorang yang kamu kagumi, atau kamu merasa iri padanya. Apakah ini wajar? Ya, secara umum jika tidak berlebihan itu tak apa. Karena kita tentu perlu melakukan perbandingan atau komparasi untuk menguji kualitas atau sekedar melengkapi apa yang kurang dari diri kita. Bahkan banyak lembaga pendidikan melakukan studi banding untuk membandingkan kualitas mereka dengan lembaga yang lainnya. Dari sana mereka bisa mendapatkan banyak intropeksi atau meniru hal baik dan inovasi yang mereka dapatkan. Ini menjadi suatu perbandingan yang baik dan sehat, karena memberikan manfaat untuk bisa berkembang lebih lanjut. 


Tapi ada juga kalanya sebuah komparasi atau perbandingan ini menjadi tidak baik dan merugikan. Ketika seseorang, misalnya saya, terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain—entah itu dari pencapaian, fisik, gaya hidup, atau kecerdasan—maka perlahan-lahan rasa percaya diri akan terkikis. Kita mulai mempertanyakan nilai diri sendiri, merasa tidak cukup, dan bahkan membenci keadaan kita saat ini. Inilah bentuk komparasi yang tidak sehat.


Perbandingan semacam ini biasanya tidak dilandasi niat untuk berkembang, melainkan didorong oleh rasa iri, rendah diri, atau haus pengakuan. Kita lupa bahwa setiap orang memiliki proses dan waktu yang berbeda-beda dalam menapaki hidup. Kita sibuk mengamati 'halaman depan' orang lain, tapi lupa bahwa kita tidak tahu cerita perjuangan apa yang mereka alami di balik layar.


Perumpamaannya begini: bunga mawar dan bunga matahari sama-sama indah, tetapi keduanya tumbuh di waktu dan cara yang berbeda. Mawar mekar di pagi hari dengan aroma yang harum, sedangkan matahari butuh sinar penuh untuk bersinar sepenuhnya. Apakah kita pernah menyalahkan mawar karena tak bisa setinggi bunga matahari? Atau menyalahkan bunga matahari karena tidak punya wangi seperti mawar? Tidak. Karena kita tahu mereka indah dalam keunikannya masing-masing.


Begitu juga dengan manusia. Kamu mungkin bukan yang terbaik dalam satu bidang, tapi bisa jadi kamu unggul dalam hal yang orang lain tak punya. Menjadi versi terbaik dari diri sendiri jauh lebih berharga dibanding menjadi salinan dari orang lain.


Jika terus dibiarkan, kebiasaan membandingkan diri secara tidak sehat ini bisa melahirkan kelelahan mental, kecemasan, hingga kehilangan arah hidup. Alih-alih menjadi pribadi yang berkembang, kita malah menjadi pribadi yang terjebak dalam bayang-bayang pencapaian orang lain.


Oleh karena itu, mari kita ingat kembali: setiap manusia berjalan dengan waktu dan jalannya masing-masing. Tidak apa-apa berjalan lambat, asalkan tidak berhenti. Tidak perlu menjadi seperti orang lain, cukup menjadi versi terbaik dari diri sendiri.


Membandingkan boleh—asal dengan cara yang sehat dan niat yang lurus. Bukan untuk menjatuhkan diri, tapi untuk menemukan celah agar bisa tumbuh lebih baik.


Bayangkan sebuah orkestra yang megah. Setiap alat musik, dari denting piano yang lembut hingga raungan trombon yang perkasa, memainkan peran uniknya. Tidak ada satu pun yang berusaha meniru yang lain; justru perbedaan itulah yang menciptakan harmoni yang indah. Bukankah manusia pun demikian? Lahir dengan melodi individual, kita membawa ragam karakteristik yang mewarnai semesta. Namun, pernahkah kita terjebak dalam "komparasi yang tidak sehat," di mana alih-alih merayakan keunikan diri, kita justru sibuk membandingkan "nada" kita dengan "nada" orang lain? Marilah kita menelisik lebih dalam tentang jebakan perbandingan yang merugikan ini dan mengapa menjadi versi terbaik dari diri sendiri adalah simfoni yang sesungguhnya.

Komentar